Jakarta – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyampaikan bahwa kerja sama transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat yang menjadi bagian dari kesepakatan tarif impor, hanya difokuskan untuk mendukung aktivitas perdagangan barang dan jasa tertentu.
Penegasan ini disampaikan Hasan merespons salah satu butir komitmen Indonesia dalam perjanjian perdagangan tersebut, yang menyangkut kepastian pemindahan data pribadi ke AS sebagaimana tercantum dalam pernyataan resmi Gedung Putih yang dirilis pada Rabu.
“Transfer data ini murni bersifat komersial. Bukan berarti data kita dikelola pihak luar, atau kita mengelola data pihak lain. Ini untuk mendukung perdagangan barang dan jasa tertentu—yang kadang bisa punya dua sisi: bermanfaat atau justru berbahaya seperti bom. Maka dari itu, diperlukan transparansi data, termasuk identitas pembeli dan penjual,” ujar Hasan di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu malam.
Hasan juga menjelaskan bahwa keterbukaan data dalam konteks ini adalah bagian dari strategi pengelolaan perdagangan. Ia memberi contoh komoditas seperti gliserol dari sawit, yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pupuk tetapi juga dapat diolah menjadi bahan peledak.
Karena itu, lanjut Hasan, untuk komoditas yang memiliki potensi ganda—baik manfaat maupun risiko—diperlukan keterbukaan informasi agar tidak disalahgunakan.
Ia menegaskan bahwa kesepakatan antara Indonesia dan AS tidak menyangkut pertukaran data pribadi, karena hal tersebut telah diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang berlaku di Indonesia.
“Kami hanya melakukan pertukaran data dengan negara yang sistem perlindungannya diakui dan sejalan dengan UU Perlindungan Data Pribadi. Hal serupa juga diterapkan dalam kerja sama dengan Uni Eropa dan negara-negara lain,” tambahnya.
Sebelumnya, Gedung Putih melalui siaran resminya menyampaikan bahwa salah satu isi kesepakatan tarif impor antara AS dan Indonesia mencakup aspek penghapusan hambatan dalam perdagangan digital. Dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa kedua negara akan menyelesaikan komitmen terkait perdagangan digital, layanan, dan investasi.
Salah satu poin penting dalam kesepakatan itu menyebut bahwa Indonesia akan menjamin kemampuan untuk memindahkan data pribadi ke luar wilayahnya menuju AS, dengan pengakuan bahwa AS dianggap sebagai yurisdiksi yang memiliki sistem perlindungan data yang memadai sesuai ketentuan hukum Indonesia.