Seorang ayah berinisial USJ (46) diduga melakukan tindakan pencabulan terhadap anak kandungnya sendiri, seorang perempuan berusia 22 tahun, di rumah mereka yang terletak di wilayah Kecamatan Jatisampurna, Kota Bekasi. Kasus ini terungkap setelah korban memberanikan diri untuk melaporkan perbuatan ayahnya ke Polres Metro Bekasi Kota. Menurut keterangan Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota, Kompol Binsar Hatorangan Sianturi, pelaku telah melakukan tindakan pencabulan terhadap anaknya lebih dari 20 kali, dan kejadian ini berlangsung dari September 2023 hingga 27 Februari 2025.
Binsar menjelaskan bahwa pelaku tidak memberikan iming-iming apapun kepada korban sebelum melakukan tindakan pencabulan. Namun, pelaku kerap mengancam korban agar tidak memberitahukan perbuatan tersebut kepada siapapun. Korban yang merasa tidak nyaman dengan perbuatan ayahnya, akhirnya memutuskan untuk melaporkan kejadian ini kepada pihak berwajib setelah merasa tidak sanggup lagi menahan beban psikologis yang dialaminya.
Kasus ini terjadi di rumah pelaku, dan hampir semua kejadian berlangsung pada malam hari, saat pelaku pulang dari kerja. Korban yang saat itu berada di rumah, menjadi sasaran empuk bagi pelaku untuk melakukan tindakan tidak senonoh tersebut. Pelaku diketahui memanfaatkan situasi dimana korban berada dalam posisi yang rentan dan tidak memiliki perlindungan dari anggota keluarga lainnya.
Kasus ini bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia. Beberapa waktu lalu, di daerah lain, seorang ayah juga dilaporkan melakukan tindakan serupa terhadap anak kandungnya. Kasus-kasus semacam ini seringkali terjadi dalam lingkup keluarga, dimana pelaku memanfaatkan kedekatan dan kepercayaan yang seharusnya menjadi benteng perlindungan bagi korban. Namun, justru dalam kasus ini, kepercayaan tersebut dikhianati oleh orang yang seharusnya melindungi.
Berdasarkan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), kasus kekerasan seksual terhadap anak dalam lingkup keluarga cenderung meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak anak-anak yang menjadi korban dari orang-orang terdekat mereka, termasuk orang tua sendiri. KPAI menekankan pentingnya edukasi dan kesadaran masyarakat akan bahaya kekerasan seksual dalam keluarga, serta perlunya dukungan psikologis bagi korban.
Dalam kasus USJ, korban telah menunjukkan keberanian yang luar biasa dengan melaporkan perbuatan ayahnya ke pihak berwajib. Langkah ini patut diapresiasi, mengingat banyak korban kekerasan seksual dalam keluarga yang memilih untuk diam karena takut akan ancaman atau stigma sosial. Pihak kepolisian pun telah mengambil langkah tegas dengan menahan pelaku dan melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap kebenaran kasus ini.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya peran masyarakat dalam melindungi anak-anak dari kekerasan seksual. Masyarakat diharapkan dapat lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan yang mungkin terjadi di sekitar mereka, serta tidak ragu untuk melaporkan kejadian mencurigakan kepada pihak berwajib. Selain itu, pemerintah dan lembaga terkait diharapkan dapat memberikan perlindungan dan dukungan yang lebih baik bagi korban kekerasan seksual, terutama yang terjadi dalam lingkup keluarga.
Dengan adanya kasus ini, diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih memperhatikan dan melindungi hak-hak anak, serta menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi mereka untuk tumbuh dan berkembang. Kasus USJ adalah sebuah tragedi yang memilukan, namun juga menjadi pengingat akan pentingnya kesadaran dan tindakan nyata dalam mencegah kekerasan seksual terhadap anak.