Jakarta – Mulai tahun 2025, jasa penyewaan lapangan padel di DKI Jakarta resmi dikenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dalam kategori Jasa Kesenian dan Hiburan. Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Kepala Bapenda DKI Jakarta No. 257 Tahun 2025, yang mulai efektif diberlakukan pada pertengahan tahun ini.
Kebijakan ini tidak hanya menyasar olahraga padel, namun juga berbagai fasilitas olahraga lain yang kini dianggap telah bertransformasi menjadi bentuk hiburan berbayar. Artinya, lapangan seperti tenis, futsal, squash, hingga tempat gym, kolam renang, atau studio yoga yang memungut biaya dari pengunjung kini menjadi objek pajak hiburan.
Tarif dan Mekanisme Pajak
Mengutip informasi dari Pajakku, mitra strategis Direktorat Jenderal Pajak, tarif PBJT ditetapkan sebesar 10% dari nilai transaksi, yang mencakup:
- Biaya sewa lapangan atau arena
- Tiket masuk
- Booking fee melalui aplikasi atau platform digital
- Paket kelas atau program latihan
Meskipun beban pajak ini ditanggung oleh konsumen, tanggung jawab pengelolaan dan pelaporan pajak berada di tangan penyedia jasa. Pengusaha wajib menghitung dan memungut pajak dari pelanggan, kemudian menyetorkannya ke kas daerah Pemprov DKI Jakarta sesuai periode pelaporan yang ditentukan.
Olahraga yang Dianggap Hiburan
Menurut Bapenda DKI Jakarta, sejumlah olahraga kini tidak lagi sekadar untuk aktivitas kebugaran, tetapi telah berkembang menjadi layanan rekreasi berbayar dengan potensi ekonomi yang besar. Karena itu, pendekatan fiskal diterapkan demi menciptakan keadilan pajak dan transparansi pengawasan usaha.
Berikut daftar fasilitas olahraga lain yang termasuk dalam objek PBJT hiburan:
Lapangan:
- Padel
- Tenis
- Futsal
- Sepak bola
- Mini soccer
- Bulu tangkis
- Basket
- Voli
- Tenis meja
- Panahan
- Menembak
- Squash
- Bisbol/softbol
Tempat & Arena:
- Bowling
- Biliar
- Berkuda
- Ice skating
- Panjat tebing
- Lintasan atletik/lari
- Kolam renang
- Gym (termasuk yoga, pilates, zumba)
- Sasana bela diri
- Jetski dan aktivitas air sejenis
Respons dan Imbauan
Penerapan kebijakan ini menimbulkan beragam respons dari masyarakat dan pelaku usaha. Sebagian menilai sebagai bentuk legalitas yang memperkuat industri olahraga rekreasi, namun ada pula yang mempertanyakan dampaknya terhadap daya beli dan harga layanan yang naik.
Meski demikian, pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini adalah bagian dari reformasi perpajakan daerah yang bertujuan untuk mendukung pembangunan serta pengawasan lebih baik terhadap usaha komersial berbasis hobi dan gaya hidup aktif.