Kementerian Keuangan mencatat bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 mengalami defisit sebesar Rp31,2 triliun atau 0,13 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada Februari 2025. Defisit ini mengalami pelebaran dibandingkan realisasi APBN Januari 2025 yang sebesar Rp23,5 triliun atau 0,10 persen. Bahkan, kondisi ini berbanding terbalik dengan Februari 2024, di mana APBN saat itu mencatat surplus sebesar Rp26 triliun atau 0,11 persen terhadap PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa defisit ini masih berada dalam batas target desain APBN 2025. “Dari total keseimbangan, terjadi defisit Rp31,2 triliun di akhir Februari 2025 atau 0,13 persen dari PDB. Defisit ini masih dalam target desain APBN,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kementerian Keuangan, Kamis (13/3).
Defisit tersebut disebabkan oleh pendapatan negara yang lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan belanja negara yang meningkat. Tercatat, pendapatan negara per akhir Februari 2025 mencapai Rp316,9 triliun, atau 10,5 persen dari target APBN. Sementara itu, realisasi belanja negara mencapai Rp348,1 triliun, setara dengan 9,6 persen dari target APBN 2025 sebesar Rp3.621,31 triliun.
Meskipun terjadi defisit, APBN Februari 2025 mencatatkan surplus keseimbangan primer sebesar Rp48,1 triliun. Keseimbangan primer ini menunjukkan kemampuan pemerintah dalam membiayai belanja negara tanpa memperhitungkan pembayaran bunga utang.
Sri Mulyani menegaskan bahwa defisit yang terjadi masih dalam batas aman dan sesuai dengan rencana awal APBN 2025. Pemerintah akan terus memantau perkembangan realisasi pendapatan dan belanja negara untuk memastikan stabilitas fiskal tetap terjaga. Dengan demikian, defisit yang terjadi diharapkan tidak akan mengganggu kinerja perekonomian nasional secara keseluruhan.