Lembaga pemantau media sosial, Drone Emprit, mengungkap hasil analisis sentimen publik terhadap PT Pertamina (Persero) dalam periode 24 hingga 27 Februari 2025. Analisis ini menunjukkan bahwa 98 persen sentimen warganet bersifat negatif terhadap Pertamina. Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, menyatakan bahwa tingginya sentimen negatif ini dipicu oleh kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, serta polemik terkait dugaan pencampuran bahan bakar Pertamax.
Polemik dugaan pencampuran Pertamax mencuat setelah banyak pengguna mengeluhkan kualitas bahan bakar yang tidak sesuai dengan harga. Mereka merasa tertipu karena membayar lebih mahal untuk Pertamax, namun kualitasnya dianggap setara dengan Pertalite. Warganet mendesak transparansi dan tindakan hukum terkait isu ini.
Menanggapi tuduhan tersebut, PT Pertamina Patra Niaga melalui Direktur Utama, Riva Siahaan, membantah adanya praktik pencampuran atau pengoplosan BBM. Mereka menegaskan bahwa produk BBM yang dijual di SPBU sudah sesuai dengan spesifikasi, di mana Pertalite memiliki RON 90 dan Pertamax RON 92. Pertamina juga menyatakan bahwa produk yang diterima dari kilang dan impor telah memenuhi standar, dan di terminal BBM hanya dilakukan penambahan warna serta zat aditif tanpa mengubah nilai oktan.
Namun, Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan indikasi adanya pencampuran Pertalite dengan Pertamax RON 92 di depo atau tempat penyimpanan BBM. Dalam penyelidikan, Kejagung mengungkap bahwa PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli Pertalite dengan harga Pertamax, kemudian melakukan pencampuran di storage atau depo untuk menghasilkan RON 92, yang tidak diperbolehkan.
Kasus ini tidak hanya menimbulkan keresahan di kalangan konsumen, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap perusahaan pelat merah tersebut, serta kebijakan harga dan subsidi BBM yang ada. Warganet mendesak adanya transparansi lebih lanjut dan penegakan hukum yang tegas untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina.