Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) RI, Mahfud MD, menyatakan bahwa band Sukatani seharusnya tidak perlu meminta maaf atau menarik lagu mereka berjudul “Bayar Bayar Bayar” dari peredaran. Hal ini disampaikan Mahfud melalui akun X miliknya, @mohmahfudmd, pada Sabtu (22/2). Menurutnya, lagu yang termasuk dalam album “Gelap Gempita” tersebut merupakan bentuk ekspresi seni yang dilindungi Hak Asasi Manusia (HAM). Mahfud menegaskan bahwa menciptakan lagu untuk mengkritik adalah bagian dari kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi.
Mahfud juga menyinggung fakta bahwa lagu tersebut telah tersedia di layanan streaming musik digital, yang menunjukkan bahwa karya tersebut telah memenuhi proses distribusi yang sah. Dia menilai penarikan lagu tersebut tidak perlu dilakukan hanya karena lagu itu dinyanyikan oleh pengunjuk rasa dalam sebuah demonstrasi.
Pendapat serupa disampaikan oleh Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia. Usman menyesalkan insiden penarikan lagu tersebut dan mendesak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk mengungkap pihak-pihak yang diduga menekan Sukatani untuk membuat video permohonan maaf dan menarik lagu dari ruang publik. Menurut Usman, tekanan terhadap kebebasan berekspresi, termasuk dalam bentuk karya seni, merupakan pelanggaran terhadap HAM.
Kebebasan berekspresi melalui seni, termasuk musik, telah lama menjadi isu sensitif di Indonesia. Beberapa kasus serupa pernah terjadi, seperti penarikan lagu-lagu yang dianggap kontroversial atau kritik terhadap pemerintah. Misalnya, pada tahun 2020, lagu “Indonesia Bodoh” oleh Band Navicula juga sempat menuai kontroversi, meski akhirnya dipertahankan oleh para pendukung kebebasan berekspresi.
Dalam kasus Sukatani, lagu “Bayar Bayar Bayar” dianggap sebagai kritik sosial terhadap praktik korupsi dan ketidakadilan sistemik. Penarikan lagu ini memicu diskusi luas di media sosial, dengan banyak netizen mendukung hak Sukatani untuk tetap mempertahankan karya mereka. Beberapa pihak bahkan menuduh adanya intervensi dari kelompok tertentu yang merasa tidak nyaman dengan pesan yang disampaikan dalam lagu tersebut.
Kasus penarikan lagu “Bayar Bayar Bayar” oleh Sukatani menyoroti pentingnya perlindungan kebebasan berekspresi di Indonesia. Dukungan dari figur publik seperti Mahfud MD dan organisasi HAM seperti Amnesty International menunjukkan bahwa tekanan terhadap karya seni tidak boleh dibiarkan terjadi. Masyarakat dan pemerintah perlu bersama-sama menjaga ruang bagi kritik dan ekspresi seni sebagai bagian dari demokrasi yang sehat