Jakarta – CEO OpenAI sekaligus sosok di balik ChatGPT, Sam Altman, menilai bahwa saat ini dunia tengah berada dalam sebuah gelembung Artificial Intelligence (AI). Menurutnya, euforia yang terjadi di seputar AI bahkan jauh lebih besar dibandingkan gelembung internet pada akhir 1990-an hingga awal 2000-an.
Altman menjelaskan istilah “gelembung” sebagai kondisi di mana minat dan ekspektasi publik—terutama investor—terlalu tinggi terhadap sesuatu yang memang punya dasar kuat, namun sering kali dibarengi harapan berlebihan.
“Apakah investor sedang terlalu bersemangat pada AI? Menurut saya, iya. Apakah AI hal terpenting yang terjadi dalam beberapa dekade terakhir? Menurut saya juga iya,” ujar Altman, dikutip CNBC, Senin (18/8/2025).
Fenomena ini ia bandingkan dengan demam dot-com dulu, ketika banyak perusahaan internet bermunculan, mendapat suntikan dana besar, lalu sebagian runtuh, meski pada akhirnya industri digital tetap bertahan dan berkembang.
Altman juga menyinggung adanya kekhawatiran sejumlah tokoh bisnis dunia—mulai dari Joe Tsai (Alibaba), Ray Dalio (Bridgewater Associates), hingga Torsten Slok (Apollo Global Management)—yang menilai investasi AI berkembang terlalu cepat.
Namun, pandangan berbeda datang dari Ray Wang, CEO Constellation Research. Ia menilai fondasi industri AI, termasuk semikonduktor, masih cukup kuat sehingga tren jangka panjangnya tetap menjanjikan.
Perdebatan tentang “gelembung AI” makin ramai sejak startup Tiongkok, DeepSeek, mengklaim mampu melatih model bahasa canggih dengan biaya di bawah US$ 6 juta, jauh lebih murah dibanding miliaran dolar yang dihabiskan perusahaan besar seperti OpenAI. Meski begitu, klaim tersebut menuai skeptisisme.
Di sisi lain, meski OpenAI diproyeksikan meraih pendapatan tahunan lebih dari US$ 20 miliar, perusahaan ini masih merugi. Rilis terbaru GPT-5 juga memunculkan kritik karena dianggap kurang intuitif, sehingga OpenAI terpaksa membuka kembali akses ke GPT-4 bagi pelanggan berbayar.
Altman pun mengingatkan agar tidak terlalu larut dalam optimisme berlebihan terhadap AI. Bahkan istilah Artificial General Intelligence (AGI) menurutnya mulai kehilangan relevansi, ketika ditanya apakah GPT-5 benar-benar membawa dunia lebih dekat ke sana.